Yang dimaksud dengan syar'un man qablana, ialah syari'at yang dibawa para rasul dahulu, sebelum diutus Nabi Muhammad SAW yang menjadi petunjuk bagi kaum yang mereka diutus kepadanya, seperti syari'at Nabi Ibrahim AS, syari'at Nabi Musa AS, syari'at Nabi Daud AS, syari'at Nabi Isa AS dan sebagainya
1. Pengertian dan dasar hukum
Yang dimaksud dengan syar'un man qablana, ialah syari'at yang dibawa para rasul dahulu, sebelum diutus Nabi Muhammad SAW yang menjadi petunjuk bagi kaum yang mereka diutus kepadanya, seperti syari'at Nabi Ibrahim AS, syari'at Nabi Musa AS, syari'at Nabi Daud AS, syari'at Nabi Isa AS dan sebagainya.
Pada asas syari'at yang diperuntukkan Allah SWT bagi umat-umat dahulu mempunyai asas yang sama dengan syari'at yang diperuntukkan bagi umat Nabi Muhammad SAW, sebagaimana dinyatakan pada firman Allah SWT:
Artinya:
"Dia (Allah) telah menerangkan kepadamu sebagian (urusan) agama, apa yang Ia wajibkan kepada Nuh dan yang Kami wajibkan kepadamu dan apa yang Kami wajibkan kepada Ibrahim, Musa dan lsa, (yaitu) hendaklah kamu tetap menegakkan (urusan) agama itu dan janganlah kamu bercerai berai padanya..." (asy-Syûra: 13)
Diantara asas yang sama itu ialah yang berhubungan dengan konsepsi ketuhanan, tentang hari akhirat, tentang qadla dan qadar, tentang janji dan ancaman Allah dan sebagainya. Mengenai perinciannya atau detailnya ada yang sama dan ada yang berbeda, hal ini disesuaikan dengan keadaan, masa dan tempat.
Dalam pada itu ada pula syari'at umat yang dahulu itu sama namanya, tetapi berbeda pelaksanaannya dengan syari'at Nabi Muhammad SAW, seperti puasa (lihat surat al-Baqarah: 183), hukuman qishash (lihat surat al-Mâidah: 32) dan sebagainya.
2. Macam-macam syar'un man qablana
Sesuai dengan ayat di atas, kemudian dihubungkan antara syari'at Nabi Muhammad SAW dengan syari'at umat-umat sebelum kita, maka ada tiga macam bentuknya, yaitu:
a. Syari'at yang diperuntukkan bagi umat-umat yang sebelum kita; tetapi aI-Qur'an dan Hadits tidak menyinggungnya, baik membatalkannya atau menyatakan berlaku pula bagi umat Nabi Muhammad SAW.
b. Syari'at yang diperuntukkan bagi umat-umat yang sebelum kita, kemudian dinyatakan tidak berlaku bagi umat Nabi Muhammad SAW.
c. Syari'at yang diperuntukkan bagi umat-umat yang sebelum kita, kemudian al-Qur'an dan Hadits menerangkannya kepada kita.
Mengenai bentuk ketiga, yaitu syari'at yang diperuntukkan bagi umat-umat yang sebelum kita, kemudian diterangkan kepada kita al-Qur'an dan Hadits, para ulama berbeda pendapat. Sebagian ulama Hanafiyah, sebagian ulama Malikiyah, sebagian ulama Syafi'iyah dan sebagian ulama Hanabilah berpendapat bahwa syari'at itu berlaku pula bagi umat Nabi Muhammad SAW. Berdasarkan inilah golongan Nafifiyah berpendapat bahwa membunuh orang dzimmi sama hukumnya dengan membunuh orang Islam. Mereka menetapkan hukum itu berdasar ayat 45 Surat aI-Mâidah. Mengenai pendapat golongan lain ialah menurut mereka dengan adanya syari'at Nabi Muhammad SAW, maka syari'at yang sebelumnya dinyatakan mansukh/tidak berlaku lagi hukumnya.
Mengenai bentuk kedua, para ulama tidak menjadikannya sebagai dasar hujjah, sedang bentuk pertama ada ulama yang menjadikannya sebagai dasar hujjah, selama tidak bertentangan dengan syari'at Nabi Muhammad SAW.