Kemajuan teknologi telah
merambah ke pelosok-pelosok negeri . Satelit/ parabola yang dapat
menangkap banyak channel-channel televisi , mulai dari ujung timur
sampai dengan ujung barat. Internet sudah mulai memasuki di kafe-kafe,
di warung-warung bahkan di rumah-rumah. Banyak hal positif yang dapat
kita ambil dari merebaknya internet tersebut. Namun, tidak sedikit
hal-hal negatif yang akan memperngaruhi kehidupan masyarakat, terutama
kalangan remaja. Di samping itu maraknya sinetron-sinetron dan film-film
layar lebar yang mengupas tentang kehidupan remaja turut pula
memberikan andil yang besar terhadap perkembangan remaja dewasa ini.
Adapun bentuk-bentuk dari kenakalan remaja adalah :
a. Kebut-kebutan dijalanan yang mengganggu keamanan lalu lintas dan membahayakan jiwa serta orang lain
b. Membolos sekolah lalu bergelandangan sepanjang jalan dan kadang-kadang pergi ke pasar untuk bermain game
c. Memakai dan menggunakan bahan narkotika bahkan hal yang mereka anggap ringan yakni minuman keras.
d. Perjudian dan bentuk-bentuk permainan lain dengan taruhan, seperti permainan domino, remi dan lain-lain.
e. Perkelahian antar geng, antar kelompok, antar sekolah, sehingga harus melibatkan pihak yang berwajib.
Sebab-sebab Terjadinya Kenakalan Remaja Faktor Internal (Dalam)
a. Reaksi frustasi diri Dengan semakin pesatnya usaha
pembangunan, modernisasi yang berakibat pada banyaknya anak remaja yang
tidak mampu menyesuaikan diri terhadap berbagai perubahan sosial itu.
Mereka lalu mengalami banyak kejutan, frustasi, ketegangan batin dan
bahkan sampai kepada gangguan jiwa.
b. Gangguan pengamatan dan tanggapan pada anak remaja Adanya
gangguan pengamatan dan tanggapan di atas sangat mengganggu daya
adaptasi dan perkembangan pribadi anak yang sehat. Gangguan pengamatan
dan tanggapan itu, antara lain : halusinasi, ilusi dan gambaran semua.
Tanggapan anak tidak merupakan pencerminan realitas lingkungan yang
nyata, tetapi berupa pengolahan batin yang keliru, sehingga timbul
interpretasi dan pengertian yang salah. Sebabnya ialah semua itu
diwarnai harapan yang terlalu muluk, dan kecemasan yang berlebihan.
c. Gangguan berfikir dan intelegensi pada diri remaja
Berfikir mutlak perlu bagi kemampuan orientasi yang sehat dan adaptasi
yang wajar terhadap tuntutan lingkungan. Berpikir juga penting bagi
upaya pemecahan kesulitan dan permasalahan hidup sehari-hari. Jika anak
remaja tidak mampu mengoreksi pekiran-pekirannya yang salah dan tidak
sesuai dengan realita yang ada, maka pikirannya terganggu.
d. Gangguan perasaan pada anak remaja Perasaan memberikan
nilai pada situasi kehidupan dan menentukan sekali besar kecilnya
kebahagiaan serta rasa kepuasan. Perasaan bergandengan dengan pemuasan
terhadap harapan, keinginan dan kebutuhan manusia. Jika semua tadi
terpuaskan, orang merasa senang dan bahagia.
Gangguan-gangguan fungsi perasaan itu antara lain :
1) Inkontinensi emosional ialah tidak terkendalinya perasaan yang meledak-ledak, tidak bisa dikekang.
2) Labilitas emosional ialah suasana hati yang terus menerus
berganti-ganti dan tidak tetap. Sehingga anak remaja akan cepat marah,
gelisah, tidak tenang dan sebagainya.
3) Ketidak pekaan dan mempunyai perasaan biasa disebabkan oleh
sejak kecil anak tidak pernah diperkenalkan dengan kasih sayang,
kelembutan, kebaikan dan perhatian.
4) Kecemasan merupakan bentuk “ketakutan” pada hal-hal yang
tidak jelas, tidak riil, dan dirasakan sebagai ancaman yang tidak bisa
dihindari. Faktor Eksternal (Luar) Selain faktor dari dalam ada juga
faktor yang datang dari luar anak tersebut, antara lain : a.
Keluarga Tidak diragukan bahwa keluarga memegang peranan penting
dalam pembentukan pribadi remaja dan menentukan masa depannya.
Mayoritas remaja yang terlibat dalam kenakalan atau melakukan tindak
kekerasan biasanya berasal dari keluarga yang berantakan, keluarga yang
tidak harmonis di mana pertengkaran ayah dan ibu menjadi santapan
sehari-hari remaja. Bapak yang otoriter, pemabuk, suka menyiksa anak,
atau ibu yang acuh tak acuh, ibu yang lemah kepribadian dalam atri kata
tidak tegas menghadapi remaja, kemiskinan yang membelit keluarga,
kurangnya nilai-nilai agama yang diamalkan dll semuanya menjadi faktor
yang mendorong remaja melakukan tindak kekerasan dan kenakalan.
Struktur keluarga anak nakal pada umumnya menunjukkan beberapa
kelemahan/cacat di pihak ibu, antara lain ialah sebagai berikut:
1) Ibu ini tidak hangat, tidak mencintai anak-anaknya, bahkan
sering membenci dan menolak anak laki-lakinya, sama sekali tidak acuh
terhadap kebutuhan anaknya.
2) Ibu kurang mempunyai kesadaran mengenai fungsi kewanitaan
dan keibuannya; mereka lebih banyak memiliki sifat ke jantan-jantanan.
3) Reaksi terhadap kehidupan anak-anaknya tidak adekuat, tidak
cocok, tidak harmonis. Mereka tidak sanggup memenuhi kebutuhan
anak-anaknya, baik yang fisik maupun yang psikis sifatnya.
4) Kehidupan perasaan ibu-ibu tadi tidak mantap, tidak
konsisten, sangat mudah berubah dalam pendiriannya, tidak pernah
konsekuen., dan tidak bertanggung jawab secara moral.
Beberapa kelemahan di pihak ayah yang mengakibatkan anaknya menjadi nakal mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1) Mereka menolak anak laki-lakinya.
2) Ayah-ayah tadi hampir selalu absen atau tidak pernah ada di
tengah keluarganya, tidak perduli, dan sewenang-wenang terhadap anak
dan istrinya.
3) Mereka pada umumnya alkoholik, dan mempunyai prestasi
kriminalitas, sehingga menyebarkan perasaan tidak aman (insekuritas)
kepada anak dan istrinya.
4) Ayah-ayah ini selalu gagal dalam memberikan supervisi dan tuntunan moral kepada anak laki-lakinya.
5) Mereka mendidik anaknya dengan disiplin yang terlalu ketat
dan keras atau dengan disiplin yang tidak teratur, tidak konsisten.
Selain itu, ada juga beberapa faktor yang datang dari keluarga, antara
lain :
1) Rumah tangga berantakan. Bila rumah tangga terus menerus
dipenuhi konflik yang serius, menjadi retak, dan akhirnya mengalami
perceraian, maka mulailah serentetan kesulitan bagi semua anggota
keluarga, terutama anak-anak. Pecahlah harmonis dalam keluarga, dan
anak menjadi sangat bingung, dan merasakan ketidakpastian emosional.
Dengan rasa cemas, marah dan risau anak mengikuti pertengkaran antara
ayah dengan ibu. Mereka tidak tahu harus memihak kepada siapa. Batin
anak menjadi sangat tertekan, sangat menderita, dan merasa malu akibat
ulah orang tua mereka. Ada perasaan ikut bersalah dan berdosa, serta
merasa malu terhadap lingkungan.
2) Perlindungan-lebih dari orang tua. Bila orang tua terlalu
banyak melindungi dan memanjakan anak-anaknya, dan menghindarkan
mereka dari berbagai kesulitan atau ujian hidup yang kecil, anak-anak
pasti menjadi rapuh dan tidak akan pernah sanggup belajar mandiri.
Mereka akan selalu bergantung pada bantuan – orang tua, merasa cemas
dan bimbang ragu selalu; aspirasi dan harga-dirinya tidak bisa tumbuh
berkembang. Kepercayaan dirinya menjadi hilang.
3) Penolakan orang tua. Ada pasangan suami-istri yang tidak
pernah bisa memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu. Mereka ingin
terus melanjutkan kebiasaan hidup yang lama, bersenang-senang sendiri
seperti sebelum kawin. Mereka tidak mau memikirkan konsekuensi dan
tanggung jawab selaku orang dewasa dan orang tua. Anak-anaknya sendiri
ditolak, dianggap sebagai beban, sebagai hambatan dalam meniti karir
mereka. Anak mereka anggap cuma menghalang-halangi kebebasan bahkan
cuma merepotkan saja.
4) Pengaruh buruk dari orang tua.
a. Tingkah-laku kriminal, a-susila (suka main perempuan, korup,
senang berjudi, sering mabuk-mabukan, kebiasaan minum dan menghisap
rokok berganja, bertingkah sewenang-wenang, dan sebagainya. dari orang
tua atau salah seorang anggota keluarga bisa memberikan pengaruh
menular atau infeksius kepada anak. Anak jadi ikut-ikutan kriminal
dan a-susila, atau menjadi anti-sosial. Dengan begitu kebiasaan buruk
orang tua mengkondisionir tingkah-laku dan sikap hidup anak-anaknya.
b. Lingkungan Sekolah yang Tidak Menguntungkan Sekolah kita sampai
waktu sekarang masih banyak berfungsi sebagai “sekolah dengar” daripada
memberikan kesempatan luas untuk membangun aktivitas, kreativitas dan
inventivitas anak. Dengan demikian sekolah tidak membangun dinamisme
anak, dan tidak merangsang kegairahan belajar anak. Selanjutnya,
berjam-jam lamanya setiap hari anak-anak harus melakukan kegiatan yang
tertekan, duduk, dan pasif mendengarkan, sehingga mereka menjadi jemu,
jengkel dan apatis. Di kelas, anak-anak-terutama para remajanya sering
mengalami frustasi dan tekanan batin, merasa seperti dihukum atau
terbelenggu oleh peraturan yang “tidak adil”. Di satu pihak pada
dirinya anak ada dorongan naluriah untuk bergiat, aktif dinamis, banyak
bergerak dan berbuat; tetapi di pihak lain anak dikekang ketat oleh
disiplin mati di sekolah serta sistem regimentasi dan sistem
sekolah-dengar. Ada pula guru yang kurang simpatik, sedikit memiliki
dedikasi pada profesi, dan tidak menguasai didaktik-metodik mengajar.
Tidak jarang profesi guru/dosen dikomersialkan, dan pengajar hanya
berkepentingan dengan pengoperan materi ajaran belaka. Perkembangan
kepribadian anak sama sekali tidak diperhatikan oleh guru, sebab mereka
lebih berkepentingan dengan masalah mengajar atau mengoperkan
informasi belaka.
c. Media elektronik Tv, video, film dan sebagainya nampaknya ikut
berperan merusak mental remaja, padahal mayoritas ibu-ibu yang sibuk
menyuruh anaknya menonton tv sebagai upaya menghindari tuntutan anak
yang tak ada habisnya. Sebuah penelitian lapangan yang pernah dilakukan
di Amerika menunjukkan bahwa film-film yang memamerkan tindak
kekerasan sangat berdampak buruk pada tingkah laku remaja. Anak yang
sering menonton film-film keras lebih terlibat dalam tindak kekerasan
ketika remaja dibandingkan dengan teman-temannya yang jarang menonton
film sejenis. Polisi Amerika menyebutkan bahwa sejumlah tindak
kekerasan yang pernah ditangani polisi ternyata dilakukan oleh
remaja persis sama dengan adegan-adegan film yang ditontonnya. Ternyata
anak meniru dan mengindentifikasi film-film yang ditontonnya.
d. Pengaruh pergaulan Di usia remaja, anak mulai meluaskan
pergaulan sosialnya dengan teman-tema sebayanya. Remaja mulai betah
berbicara berjam jam melalui telefon. Topik pembicaraan biasanya
seputar pelajaran, film, tv atau membicarakan cowok/ cewek yang
ditaksir dsb. Hubungan sosial di masa remaja ini dinilai positif
karena bisa mengembangkan orientasi remaja memperluas visi pandang dan
wawasan serta menambah informasi, bahkan dari hubungan sosial ini
remaja menyerap nilai-nilai sosial yang ada di sekelilingnya. Semua
faktor ini menjadi penyokong dalam pembentukan kepribadiannya dan
menambah rasa percaya diri karena pengaruh pergaulan yang begitu besar
pada diri remaja, maka hubungan remaja dengan teman sebayanya
menentukan kualitas remaja itu. Kalau ini disadari oleh remaja, maka
dengan sadar remaja akan menyeleksi teman pergaulannya.