I. PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Kompleksitas sistem pembayaran dalam perdagangan internasional semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang berkembang akhir-akhir ini. Hal tersebut terjadi akibat semakin besarnya volume dan keanekaragaman barang dan jasa yang akan diperdagangkan di negara lain. Oleh karena itu upaya untuk meraih manfaat dari globalisasi ekonomi harus didahului upaya untuk menentukan kurs valuta asing pada tingkat yang menguntungkan. Penentuan kurs valuta asing menjadi pertimbangan penting bagi negara yang terlibat dalam perdagangan internasional karena kurs valuta asing berpengaruh besar terhadap biaya dan manfaat dalam perdagangan internasional.
Posisi penting kurs valuta asing dalam perdagangan internasional mengakibatkan berbagai konsep yang berkaitan dengan kurs valuta asing mengalami perkembangan dalam upaya mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kurs valuta asing. Konsep-konsep yang berkaitan dengan penentuan kurs valuta asing mulai mendapat perhatian besar dari ahli ekonomi terutama sejak kelahiran kurs mengambang pada tahun 1973. Sejak saat itu kurs valuta asing dibiarkan berfluktuasi sesuai dengan fluktuasi variabel-variabel yang mempengaruhinya.
Konsep penentuan kurs diawali dengan konsep Purchasing Power Parity(PPP), kemudian berkembang konsep dengan pendekatan neraca pembayaran ( balance of payment theory ). Perkembangan konsep penentuan kurs valuta asing selanjutnya adalah pendekatan moneter (monetary approach) . Pendekatan moneter menekankan bahwa kurs valuta asing sebagai harga relatif dari dua jenis mata uang, ditentukan oleh keseimbangan permintaan dan penawaran uang. Pendekatan moneter mempunyai dua anggapan pokok , yaitu berlakunya teori paritas daya beli dan adanya teori permintaan uang yang stabil dari sejumlah variabel ekonomi agregate. Hal tersebut berarti model pendekatan moneter terhadap kurs valuta asingdapat ditentukan dengan mengembangkan model permintaan uang dan model paritas daya beli.
Di Indonesia , ada tiga sistem yang digunakan dalam kebijakan nilai tukar rupiah sejak tahun 1971 hingga sekarang. Antara tahun 1971 hingga 1978 dianut sistem tukar tetap ( fixed exchange rate) dimana nilai rupiah secara langsung dikaitkan dengan dollar Amerika Serikat ( USD). Sejak 15 November 1978 sistem nilai tukar diubah menjadi mengambang terkendali ( managed floating exchange rate) dimana nilai rupiah tidak lagi semata-mata dikaitkan dengan USD, namun terhadap sekeranjang valuta partner dagang utama. Maksud dari sistem nilai tukar tersebut adalah bahwa meskipun diarahkan ke sistem nilai tukar mengambang namun tetap menitikberatkan unsur pengendalian. Kemudian terjadi perubahan mendasar dalam kebijakan mengambang terkendali terjadi pada tanggal 14 Agustus 1997, dimana jika sebelumnya Bank Indonesia menggunakan band sebagai guidance atas pergerakan nilai tukar maka sejak saat itu tidak ada lagi band sebagai acuan nilai tukar. Namun demikian cukup sulit menjawab apakah nilai tukar rupiah sepenuhnya dilepas ke pasar ( free floating) atau masih akan dilakukan intervensi oleh Bank Indonesia. Dengan mengamati segala dampak dari sistem free floating serta dikaitkan dengan kondisi/struktur perekonomian Indonesia selama ini nampaknya purely free floating sulit untuk dilakukan. Kemungkinannya adalah Bank Indonesia akan tetap mempertahankan managed floating dengan melakukan intervensi secara berkala, selektif , dan pada timing yang tepat.
Dengan melemahnya nilai tukar mata uang Indonesia menandakan lemahnya kondisi untuk melakukan transaksi luar negeri baik itu untuk ekspor-impor maupun hutang luar negeri. Terdepresiasinya mata uang Indonesia menyebabkan perekonomian Indonesia menjadi goyah dan dilanda krisis ekonomi dan krisis kepercayaan terhadap mata uang domestik.
Pembicaraan mengenai penentuan kurs valuta asing sekarang ini semakin banyak diperdebatkan. Jika dilihat dari sudut pandang pendekatan moneter, para ekonom pada umumnya melihat kurs valuta asing dipengaruhi oleh variabel fundamental ekonomi , antara lain jumlah uang beredar, tingkat output riil dan tingkat suku bunga ( Mac Donald daan Taylor, 1992,4) .Sementara itu Tucker etal (1991) menambahkan variabel inflasi dalam model tersebut. Selain itu ada pula ekonom yang mempertimbangkan asa pasar ( market sentiment) sebagai faktor yang menentukan tinggi rendahnya kurs valuta asing. Pendekatan moneter merupakan pengembangan konsep paritas daya beli dan teori kuantitas uang. Pendekatan ini menekankan bahwa ketidakseimbangan kurs valuta asing terjadi karena ketidakseimbangan di sektor moneter yaitu terjadinya perbedaan antara permintaan uang dengan penawaran uang ( jumlah uang beredar) ( Mussa, 1976,47)
Pendekatan yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kurs adalah pendekatan moneter. Dengan pendekatan moneter maka diteliti pengaruh variabel jumlah uang beredar dalam arti luas, tingkat suku bunga, tingkat pendapatan, dan variabel perubahan harga. Selain itu dengan mempertimbangkan pelepasan band intervensi oleh Bank Indonesia, sehingga menyebabkan kurs menjadi free floating ,maka dipakai variable dummy untuk mengetahui pengaruh pelepasan band intervensi terhadap kurs.
Dipakainya dollar Amerika sebagai pembanding, karena dollar Amerika merupakan mata uang yang kuat dan Amerika merupakan partner dagang yang dominan di Indonesia.
II. KERANGKA TEORI
Pendekatan Moneter terhadap Kurs Devisa
Pendekatan moneter menyatakan bahwa kurs devisa sebagai harga relatif dari dua jenis mata uang, ditentukan oleh keseimbangan permintaan dan penawaran uang. Pendekatan moneter pada dasarnya terdiri dari dua versi, yaitu versi harga fleksibel (fleksible price version) dan versi harga kaku (sticky price version). Versi harga kaku muncul akibat adanya kritik terhadap anggapan adanya fleksibilitas harga dalam versi harga fleksibel. Menurut versi ini, anggapan adanya kekakuan harga lebih realistis bila menyangkut jangka waktu yang pendek. (Ronald MacDonald;1990). Versi harga kaku sering disebut pendekatan Keynesian karena anggapan adanya variabel jumlah uang beredar yang endogen. Kedua anggapan tersebut tidak mengakui efektifitas mekanisme pasar dalam menyelesaikan ketidakseimbangan pasar uang yang terjadi dalam jangka pendek.
Dalam matematis versi harga kaku dapat diperoleh dengan terlebih dahulu merumuskan kondisi keseimbangan pasar uang dalam dan luar negeri, dimana jumlah uang beredar dianggap berhubungan positif dengan tingkat suku bunga. Kondisi keseimbangan tersebut adalah sebagai berikut :
Mt + drt = Pt + aYt- b rt (1)
M*t + d r*t = P*t + a Y*t - b r*t (2)
Definisi masing-masing variabel sama dengan yang ada diversi harga fleksibel, sedangkan (Mt + d rt ) dan ( M*t + d R*t ) merupakan jumlah uang beredar yang dianggap sensitif terhadap suku bunga.
Anggapan adanya harga mengakibatkan paritas daya beli berlaku hanya dalam jangka panjang. Kondisi tersebut adalah sebagai berikut :
S’t = Pt - P*t (3)
Dimana S’t adalah kurs nominal dalam jangka panjang.
Selanjutnya versi ini menganggap paritas suku bunga tidak tertutup (uncoverd interest rate parity) berlaku dalam jangka pendek, yaitu sebagai berikut:
Se t+1 - St = rt - r*t (4)
Dimana Set+1 adalah kurs yang diharapkan pada periode t+1 berdasarkan informasi yang tersedia pada periode t .
Namun demikian, perubahan kurs yang diharapkan menurut versi ini adalah sebagai berikut :
Set+1 – St = q(S’t – St ) + (iet - ie *t) (5)
dimana
(iet - ie *t) = perbedaan laju inflasi yang diharapkan antara dalam dan luar negeri
Melalui substitusi persamaan (4) ke (5) akan didapat persamaan baru, yaitu :
St – S’t ) = -1/ q [(rt - iet ) - ( r*t - ie *t) ] (6)
Persamaan ini menyatakan bahwa penyimpangan kurs dari posisi keseimbangan jangka panjang tergantung pada perbedaan suku bunga riil diantara dua negara.
Model matematis versi harga kaku diperoleh dengan substitusi persamaan (1) dan (2) ke dalam persamaan (3) dan persamaan (6) , yaitu :
St = (Mt - M*t ) - a( Yt - Y*t ) (d + b + - 1/ q ) (rt - r*t ) + (1/q (iet - ie *t) (7)
Menurut versi harga kaku, koefisien perbedaan jumlah uang beredar dan laju inflasi yang diharapkan adalah positif sedangkan perbedaan pendapatan riil adalah negatif. Namun demikian, koefisien perbedaan suku bunga memiliki dua tanda (ambiguous sign). Koefisien perbedaan suku bunga terdiri dari tiga komponen berbeda yang masing-masing mewakili cara yang berbeda bagaimana suku bunga mempengaruhi kurs devisa. Koefisien d dan b berkaitan dengan penyesuaian jumlah uang beredar dan permintaan uang sebagai tanggapan terhadap perubahan suku bunga sedangkan koefisen -1/ q berkaitan dengan pengaruh perpindahan modal terhadap kurs devisa. Dengan demikian koefisien dari perubahan suku bunga menurut versi harga kaku tergantung dari interaksi antara ketiga komponan tersebut (Alan L,Tucker,1991)
III. METODA PENELITIAN
3.1 Data
Data yang dipakai dalam penelitian ini merupakan data sekunder runtun waktu (time series) dari tahun 1987.2 sampai dengan 1999.1 yang diambil dari data yang diterbitkan oleh International Financial Statistik , dan juga dari laporan Bank Indonesia
3.2. Model Dasar dan Alat Analisis
Model dasar yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah model dari Dornbusch dan Frankel (1984):
St = a + b1 MX t - b2 Yt + b3 RX t + b4 PX ……………
dimana:
St = kurs Rupiah/Dollar periode t
MX t = perbedaan uang beredar dalam arti luas di Indonesia dan Amerika pada periode t
YXt = perbedaan tingkat pendapatan riil Indonesia dan Amerika periode t
RX t = perbedaan suku bunga Indonesia terhadap suku bunga LIBOR periode t
PXt = tingkat perubahan harga relatif di Indonesia dan Amerika pada periode t
Dengan berdasar pada model dasar yang ada , alat analisis yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan mempergunakan Error Correction Model (ECM) atau Model Koreksi Kesalahan . Dengan ECM model yang ada dapat dinyatakan dakam bentuk:
DSt= go + g1 DMX t + g2 DYXt + g3 DRX t + g4 DPX t + g5 BMX t + g6 BYXt + g7 BRXt + g8 BPXt + g9 B.ECT
ECT = Error Correction Term
Kemudian untuk mengetahui pengaruh pelepasan band intervensi maka dibuat variabel dummy, sehingga model penelitian menjadi :
DSt= go + g1 DMX t + g2 DYXt + g3 DRX t + g4 DPX t + g5 BMX t + g6 BYXt + g7 BRXt + g8 BPXt + g9 B.ECT + DUMMY
ECT = Error Correction Term
3.3. Analisis Perilaku Data
1. Uji Akar-Akar Unit
Uji ini dapat dipandang sebagai uji stasionaritas. Hal ini karena pada prinsipnya uji tersebut dimaksudkan untuk mengamati apakah koefisien tertentu dari model otoregresif yang ditaksir mempunyai nilai satu atau tidak. Dengan demikian pertanyaan berapa kali suatu data runtun waktu harus dideferensiasi agar diperoleh data stasioner akan terjawab.( Insukindro, 1992b). Data ekonomi yang tidak bersifat stasioner menyebabkan regresi lancung. Unit roots test dilakukan berdasarkan uji yang dikembangkan oleh Dickey dan Fuller (1979). Uji tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut :
DX t = ao + a1 BXt + å biBiDXt
DX t = co + c1 T + c2BXt + å biBiDXt
Dimana DXt = Xt-X t-1 , BX t = X t-1 , T = trend waktu dan Xt adalah variabel yang diamati pada periode t dan B merupakan operasi kelambanan waktu ke udik (backward lag operator)
2. Uji Derajat Integrasi
Unit derajat integrasi dilakukan apabila data tidak stasioner pada waktu uji stasioneritas. Uji ini dimaksudkan untuk melihat pada derajat berapakah data akan stasioner.
Dalam kasus dimana data yang digunakan tidak stasioner , Granger dan Newbold ( 1974) berpendapat bahwa regresi yang menggunakan data tersebut biasanya mempunyai nilai R2 yang relatif tinggi namun memiliki statistik Durbin-Watson yang rendah. Ini memberi indikasi bahwa regresi yang dihasilkan adalah lancung atau semrawut atau sering dikenal dengan regresi lancung atau spurious regression. Secara umum apabila suatu data memerlukan deferensiasi sampai ke d supaya stasioner, maka dapat dinyatakan sebagai I (d). Uji ini mirip dengan akar-akar unit.. Dengan demikian untuk dapat melakukan uji tersebut perlu ditaksir model otoregresif berikut dengan OLS :
D2X t = co + c1 BDXt + å fi BiD2Xt
D2X t = go + g1 T + g2BXt + å fiBiD2Xt
Nilai statistik DF (ADF) atau nilai kritis McKinnon kemudian dibandingkan dengan
nisbah t koefisien regresi BDXt . Jika c1 dan g2 sama dengan 1 ,maka variabel Xt dikatakan berintegrasi pada derajat I(1), maka data didiferensikan lagi untuk melihat apakah data stasioner pada I(2) dan seterusnya.
3. Uji Kointegrasi
Uji kointegrasi merupakan kelanjutan dari uji akar-akar unit dan uji derajat integrasi. Uji kointegrasi dimaksudkan untuk menguji apakah residual regresi yang dihasilkan stasioner atau tidak (Engle dan Granger, 1987). Untuk melakukan uji kointegrasi, pertama-tama peneliti perlu mengamati perilaku data ekonomi runtun waktu yang akan digunakan. Ini berarti pengamat harus yakin terlebih dahulu apakah data yang akan digunakan stasioner atau tidak, yang antara lain dapat dilakukan dengan uji akar-akar unit dan uji derajat integrasi. (Insukindro, 1992c, 260) Apabila terjadi satu atau lebih variabel mempunyai derajat integrasi yang berbeda , maka variabel tersebut tidak dapat berkointegrasi (Engle dan Granger,1987). Pada umumnya , sebagian besar pembahasan mengenai issu terkait memusatkan perhatiannya pada variabel yang berintegrasi 0 I(0) atau satu I(1).
Suatu himpunan variabel runtun waktu X dikatakan berkointegrasi pada derajat d,b atau ditulis CI(d,b) bila setiap elemen X berintegrasi pada derajat d atau I(d) dan terdapat saatu vektor k yang tidak sama dengan nol sehingga W = k’XI (d,b), dengan b>0 dan k merupakan vektor kointegrasi. Terdapat tiga uji yang umum dilakukan untuk menguji hipotesis ada dan tidaknya kointegrasi, yaitu uji CRWD (Cointegrating-Regression Durbin Watson) , DF (Dickey-Fuller) dan ADF ( Augmented Dickey Fuller ) ( Engle dan Granger, 1987)
Untuk menghitung statistik CRDW, DF dan ADF ditaksir regresi kointegrasi dengan metode OLS
Yt = mo + m1X1t + m2X2t + Et
Dimana Y merupakan variabel tak bebas, daan X adalah variabel bebas, dan E adalah variabel pengganggu. Langkah selanjutnya regresi berikut ditaksir dengan OLS
DEt = p1 B Et
DEt = q1Bet + åw1 B DEt
3.4. Model Koefisien Regresi Jangka Panjang
Model koefisien regresi jangka panjang dapat digunakan sebagai alat estimasi variabel harapan(Wickens dan Breusch, 1988, 189). Besaran dan simpangan baku koefisien regresi jangka panjang dapat digunakan untuk mengamati hubungan jangka panjang antar vektor variabel ekonomi seperti yang dikehendaki teori ekonomi.
Besaran dan simpangan baku koefisien regresi jangka panjang diperoleh melalui pembentukan model dinamis, dalam hal ini dengan mempergunakan error corection model ( model koreksi kesalahan). Misalkan bentuk model koreksi kesalahan tersebut adalah : ( Insukindro,1990,2)
DYt = a +b1 DXt + b2 BXt + b3 B (Xt-Yt)
Dimana : DYt = (1-B) Yt dan DXt = (1-B) Xt
Hubungan jangka panjang antara variabel Yt dan Xt
Yt = a + b Xt
Besaran koefisien regresi jangka panjang untuk intersep (a) dan variabel Xt (b) adalah:
a = a/b3 dan b = (b1+b2)/ b3
Selanjutnya dengan cara tersebut di atas, simpangan baku koefisien regresi jangka panjang untuk a dan b dapat dihitung dengan persamaan berikut :
Var (a ) = a VT (b3,a) a
aT = [da /da .d a/db3] = [ 1/b3- a/b3]
Var (b) = bVT (b3,a) b
bT = [db /da . d b/db3 ] = [ 1/b3- b/b3]
dari uraian di atas terlihat bahwa simpangan baku koefisien regresi dapat dihitung bila dapat ditaksir besaran koefisien regresi dan matrik varians-kovarians parameter yang bersangkutan. Besaran dan matriks kovarians dapat diperoleh dengan bantuan komputer yang berkaitan dengan analisis regresi.
IV.ANALISIS DATA
1. Uji Akar Unit dan Derajat Integrasi
Dengan memperhatikan nilai DF dan ADF untuk uji akar-kar unit dan dibandingkan dengan nilai kritis Mac Kinnon nampak bahwa pada derajat keyakinan 5 %, tidak satupun variabel yang digunakan dalam penelitian ini stasioner. Untuk itu perlu dilakukan uji derajat integrasi untuk mengetahui pada derajat atau orde keberapa variabel yang diamati akan stasioner
Hasil dari nilai DF dan ADF yang didapat kemudian dibandingkan dengan nilai kritis Mac Kinnon ternyata menunjukkan hasil bahwa semua variabel berintegrasi pada derajat atau orde satu ( I(1)).
Tabel 1
Uji Akar-akar Unit dan Derajat Integrasi
VAR
DF
ADF
VAR
DF
ADF
LS
1.8747
0.56412
DLS
-3.2239
-3.5974
LMX
-2.7501
-2.6875
DLMX
-4.1900
-4.3427
LYX
-0.4148
-3.5304
DLYX
-4.9610
-5.0359
PX
-1.4047
-2.1112
DPX
-4.5248
-4.5816
RX
-1.4675
-1.8630
DRX
-4.1736
-4.9461
4.2. Uji Kointegrasi
Setelah diketahui bahwa variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat dianggap mempunyai derajat integrasi yang sama yaitu berintegrasi pada derajat 1 (I(1)), maka langkah selanjutnya adalah memberlakukan uji kointegrasi .
Tabel 2
Estimasi OLS Regresi Kointegrasi LS
LS = 4,6808 + 0,01180 LMX + 0,0554 LYX + 7,6783 PX + 0,0243 RX
(3,5317) (0,9888) (8,3856) (7,5160)
CRDW = 1,6202 DF = -3,4632 ADF = -2,6284
Keterangan : angka dalam kurung merupakan rasio t koefisien yang bersangkutan
Dengan memperhatikan nilai statistik CRWD, DF dan ADF pada tabel 2 terlihat bahwa variabel LS , LMX , LYX , PX serta RX secara statistik dengan derajat keyakinan sebesar 5 persen tidak mampu membentuk himpunan variabel yang berkointegrasi. Hal ini menunjukkan bahwa variabel-variabel yang tekait dalam penelitian in yaitu variabel nilai kurs jumlah uang beredar, tingkat pendapatan nasional riil , tingkat suku bunga serta laju inflasi tidak mempunyai hubungan keseimbangan jangka panjang seperti yang diharapkan oleh teori penentuan nilai tukar (kurs) dengan mempergunakan pendekatan moneter. Nampaknya perlu dipertimbangkan variabel-variabel lain yang tidak dipergunakan dalam penelitian ini yang mempengaruhi keseimbangan dalam jangka panjang.(RL Thomas, 1997, 427)
4.3. Estimasi OLS dengan Model Koreksi Kesalahan
Tabel 3
Hasil Estimasi Model Koreksi Kesalahan
1987.2 - 1999.1
D(LS) = 1,3552 + 0,0524 D(LMX) + 0,0128 D(LYX) + 4,5345 D(PX) - 0,0058 D(RX)
(1,9866) (3,2375) (0,5993) (10.0949) (-1.1712)
*
0,2301 BLMX - 0.2334 BLYX + 1,5268 BPX – 0,2495 BRX
(-2,4112) (-1,9268) (1.3379) (- 2,2498)
+ 0,2839 DUMMY + 0,2498 BECT
(5.4940) (2,2345)
R2 = 0,9266 R2 = 0,9067 DW = 2.4824
UJI DIAGNOSTIK
1. OTOKORELASI = DW = 2,4824
2. HETEROSKEDASTISITAS = ARCH = 3,24
3. NORMALITAS = Jarque – Berra = 6,5
Keterangan : Angka dalam kurung merupakan rasio t koefisien yang bersangkutan
Hasil studi empirik seperti yang terlihat pada tabel 3 menunjukkan bahwa estimasi dengan mempergunakan Model Koreksi Kesalahan atau ECM dapat digunakan. Hal ini dapat dilihat dari nilai Error Correction Term (ECT) menunjukkan nilai yang signifikan , yaitu sebesar 2,23. Hal ini mengindikasikan bahwa spesifikasi model koreksi kesalahan yang dipakai sudah benar.
Hasil estimasi untuk variabel perbedaan relatif jumlah uang beredar antar dua negara ( Indonesia terhadap Amerika Serikat) yaitu variabel LMX menunjukkan hasil bahwa dalam jangka pendek variabel LMX adalah signifikan secara statistik dan tanda yang ditunjukkan adalah benar sesuai dengan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini. Tanda koefisien regresi yang positif berarti bila terjadi kenaikan jumlah uang beredar secara relatif diantara dua negara maka akan terjadi apresiasi dollar terhadap rupiah atau dengan kata lain rupiah akan mengalami depresiasi. Nilai koefisien regresi jangka pendek untuk LMX sebesar 0,0524 berarti bahwa bila terjadi kenaikan sebesar 1 % pada jumlah uang beredar relatif di antara dua negara, dengan anggapan ceteris paribus maka akan mengakibatkan terjadinya kenaikan pada kurs dollar Amerika terhadap rupiah atau dengan kata lain rupiah akan terdepresiasi sebesar 0,0524 %. Sedangkan pengaruh jangka panjang variabel perbedaan relatif jumlah uang beredar antara Indonesia dan Amerika (LMX) secara statistik pada derajat keyakinan sebesar 5 persen variabel ini signifikan. Namun demikian bila dikaitkan dengan tanda yang diperoleh dari hasil estimasi menunjukkan tanda yang berbeda dari yang diharapkan. Tanda yang diperoleh dari hasil estimasi adalah negatif , hal ini berarti bahwa jika terjadi kenaikan perbedaan jumlah uang beredar antara Indonesia dan Amerika Serikat justru akan mengakibatkan depresiasi pada dollar Amerika Serikat dan apresiasi pada nilai rupiah. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini. Dengan anggapan ceteris paribus dan negara Amerika tidak merubah jumlah uang beredarnya, maka ketidakcocokan uji tanda dan tidak signifikannya variabel perbedaan jumlah uang beredar (LMX) mengindikasikan bahwa kebijakan moneter yang dilakukan pemerintah Indonesia dengan cara mengurangi jumlah uang beredar dengan maksud untuk mengapresiasikan rupiah terhadap dollar adalah hanya efektif dalam jangka pendek . jumlah uang beredar. Akan tetapi kenyataan rupiah tetap mengalami depresiasi..
Untuk variabel perbedaan relatif pendapatan nasional riil antara Indonesia dan Amerika Serikat ( LYX), hasil estimasi dalam jangka pendek menunjukkan hasil yang tidak mendukung hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini baik secara statistik dan secara teoritis. Hal ini berarti dalam jangka pendek variabel LYX selama periode penelitian ( 1987.2 sampai dengan 1999.1 ) tidak berpengaruh terhadap kurs rupiah terhadap dollar Amerika. Pengaruh variabel perbedaan relatif pendapatan nasional riil (LYX) ini dalam jangka panjang signifikan secara statistik pada derajat keyakinan 5 persen. Tanda yang diperoleh dari hasil estimasi menunjukkan nilai negatif, hal ini berarti bahwa dengan adanya kenaikan pada variabel LYX akan menyebabkan penurunan atau depresiasi pada mata uang asing ( dollar Amerika ) dan terjadi apresiasi pada mata uang dalam negeri ( rupiah) .Hasil estimasi yang diperoleh dari penelitian ini mendukung atas hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini. Terjadinya peningkatan pendapatan riil dalam negeri ( Indonesia) dalam jangka panjang maka akan menyebabkan peningkatan atas jumlah uang yang diminta di Indonesia. dollar akan mengalami depresiasi sebesar 0.0233 %
Variabel perbedaan perubahan harga antara Indonesia dan Amerika Seikat (PX) , hasil estimasi pada penelitian ini mampu menerangkan perilaku kurs / nilai tukar antara dollar Amerika terhadap rupiah baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Hasil estimasi dalam jangka pendek sebesar 4,5346 dan dalam jangka panjang 1,5268. Baik dalam jangka pendek mapun jangka panjang variabel PX ini secara statistik adalah signifikan dan dari tanda yang dihasilkan maka sangat mendukung atas hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini. Terjadinya peningkatan atas perubahan variabel di dalam negeri akan menyebabkan terapresiasinya mata uang asing dan mata uang dalam negeri akan mengalami depresiasi. Inflasi yang terjadi di Indonesia sangat tinggi dibandingkan dengan inflasi di Amerika Serikat, apalagi pada masa-masa terjadinya krisis di Indonesia. Perbedaan tingkat inflasi yang begitu tinggi, dengan asumsi ceteris paribus maka akan meyebabkan terjadinya apresiasi pada mata uang dollar dan mata uang rupiah mengalami depresiasi. Dari hasil estimasi ini menunjukkan bahwa teori paritas daya beli berlaku di Indonesia dalam periode penelitian. Hasil yang diperoleh dalam estimasi ini yang menunjukkan bahwa paritas daya beli berlaku dalam jangka panjang berarti mendukung model Dornbusch yang merupakan model yang dipakai dalam penelitian ini.
Hasil studi empirik seperti terlihat pada tabel 3 menunjukkan, bahwa variabel perbedaan tingkat suku bunga di Indonesia dengan tingkat suku bunga LIBOR (RX) menunjukkan hasil bahwa variabel tingkat suku bunga dalam jangka pendek tidak mampu mendukung perilaku perubahan nilai tukar rupiah terhadap dollar. Namun dari tanda yang diperoleh dari koefisien regresi adalah benar . Sedangkan dalam jangka panjang variabel RX ini mampu mendukung perilaku kurs rupiah terhadap dollar. Nilai koefisien regresi jangka panjang sebesar 0,2495, artinya bila terjadi setiap kenaikan 1% atas suku bunga di Indonesia dibanding tingkat suku bunga LIBOR dengan anggapan variabel yang lain tidak berubah (ceteris paribus) maka akan mengakibatkan mata uang dollar Amerika mengalami depresiasi sebesar 0.2495 persen atau mata uang rupiah akan mengalami apresiasi sebesar 0.2495 persen. Tanda negatif atas variabel perbedaan tingkat suku bunga (RX) dapat dijelaskan oleh dominannya dampak keseimbangan portofolio, dimana semakin tinggi tingkat suku bunga suatu negara (dengan anggapan ceteris paribus ) maka akan cenderung menarik masuknya modal asing. Masuknya modal asing akan menyebabkan semakin menguatnya mata uang rupiah. Semakin menguatnya mata uang rupiah berarti mata uang rupiah mengalami apresiasi dan dollar mengalami depresiasi ( dalam jangka panjang).
Dengan maksud melihat pengaruh penghapusan band intervesi terhadap nilai tukar maka dalam penelitian ini dibuat variabel dummy yaitu sebelum pelepasan band intervensi (=0) dan setelah penghapusan band intervensi (=1). Hasil estimasi yang diperoleh menunjukkan bahwa pengapusan band intervensi adalah sangat berdampak pada nilai tukar rupiah terhadap dollar
Dari hasil estimasi dapat pula dilakukan uji diagnostik untuk asumsi regresi linier klasik , ternyata menunjukkan hasil bahwa Model Koreksi Kesalahan atau ECM yang dipakai lolos dari uji normalitas serta lolos dari masalah heteroscedastisitas ( telah terjadi homoskedastisitas). Namun model yang dipakai ternyata mengalami masalah otokorelasi . Hal ini dapat dilihat dari nilai Durbin Watson yang ada. Karena model mengalami masalah otokorelasi, maka dilakukan tindakan perbaikan dengan mempergunakan metode autoregresif derajat pertama (AR(1))
Tabel 4
Hasil Estimasi Koefisien Regresi Jangka Panjang
LS = 5,4245 + 0,0789 LMX + 0,0615 LYX + 7,1113 PX + 0,0012 RX
Se (0.0952) (0.0387) (0.1223) ( 2.2413) (0.8921)
t hitung 5.6989 2.0350 0.5007 2.9469 0.0013
Hasil analisis jangka panjang yang diperoleh dari estimasi dengan menggunakan model koreksi kesalahan seperti yang ditunjukkan pada tabel 5 di atas menunjukkan bahwa yang berpengaruh terhadap nilai tukar (kurs rupiah terhadap dollar selama periode penelitian ( 1987.2 sampai dengan 1999.1 ) adalah perbedaan jumlah uang beredar domestik dan Amerika serta perbedaan harga domestik dan Amerika.
5.
KESIMPULAN
Dari hasil analisis data dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Dengan melihat nilai statistik dari Error Correction Term (ECT) sebesar 2,23 dan secara statistik adalah signifikan pada derajat keyakinan sebesar 5 % , hal ini berarti bahwa spesifikasi model koreksi kesalahan yang dipakai sudah benar.
2.
Hasil estimasi OLS dengan model koreksi kesalahan menunjukkan bahwa variabel perbedaan jumlah uang beredar (LMX) adalah berpengaruh terhadap nilai tukar dalam jangka pendek sedangkan dalam jangka panjang variabel ini tidak mampu menerangkan perilaku nilai tukar. Tidak signifikannya perbedaan jumlah uang beredar dalam jangka panjang menunjukkan bahwa kebijakan moneter yang dimaksudkan untuk mengurangi jumlah uang beredar dalam jangka panjang kurang efektif dalam mengatasi masalah nilai tukar.
3. Variabel perbedaan tingkat pendapatan riil (LYX) menunjukkan bahwa variabel ini hanya mampu menerangkan perubahan nilai tukar dalam jangka panjang. Dalam jangka panjang uji tanda sesuai dengan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dan signifikan secara statistik.
4. Hasil estimasi untuk variabel perbedaan tingkat harga mampu merangkan perubahan nilai tukar baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Uji tanda sangat mendukung hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini. Dengan demikian teori paritas daya beli berlaku selama periode penelitian.
5. Untuk variabel perbedaan tingkat suku bunga (RX) hasil estimasi menunjukkan bahwa variabel ini mampu menerangkan perubahan nilai tukar baik dalam jangka pendek dan jangka panjang. Tanda yang ditunjukkan adalah variabel perbedaan tingkat suku bunga berpengaruh positif terhadap nilai tukar atau terjadinya apresiasi rupiah.
6. Hasil estimasi menunjukkan bahwa pelepasan band intervensi oleh Bank Indonesia mengakibatkan nilai tukar rupiah terhadap dollar mengalami depresiasi . Secara statistik variabel ini menunjukkan hasil yang signifikan.
DAFTAR PUSTAKA
Alan l Tucker, Jeff Madura dan Thomas Chiang, 1991,International Financial Market, West Publishing Comphany, St Paul
Dickey, David and Wayne A. Fuller, 1979, "Distribution of Estimators for Autoregressive Time Series with a Unit Root", Journal of The American Statistic Assosiation,74
Engle , RF and C.W.J Granger, 1987, "Cointegration and Error Correction Representation, Estimation and Testing", Econometrica, 55
"……….", 1997, Eviews User’s Guide, Quantitative Micro Software , Irvine CA
Gujarati, 1995, Basic Econometric, McGraw-Hill, New York
Goeltom, Miranda S, 1998, " Manajemen Nilai Tukar di Indonesia dan Permasalahannya," Buletein Ekonomi Moneter dana Perbankan , Volume 1 No 2, Bank Indonesia, Jakarta
Insukindro, 1990, " Komponen Koefisien Regresi Jangka Pnjang Model Ekonomi: Sebuah Study Kasus Impor Barang di Indonesia", Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 5 , No 2
,1992a, "Pembentukan Model Dalam Penelitian Ekonomi", Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, No 1 tahun VII
, 1992b, " Dynamic Specification o f Demand for Money : A Survey of Recent Development , " Jurnal Ekonomi Indonesia, Vol 6, No 1
, 1992c, "Pendekatan Kointegresi dalam Analisis Ekonomi: Studi Kasus Permintaan Deposito dalam Valuta Asing di Indonesia", Jurnal Ekonomi Indonesia, vol 1 no 2
, 1999," Pemilihan Model Ekonomi Empirik Dengan Pendekatan Koreksi Kesalahan" , Jurnal Ekonomi Bisnis Indonesia, No I , Vol 14, Yogyakarta.
Mussa, M, 1976, The Exchang Rate, The Balance of Payment and Monetary and Fiscal Policy Under a Regime of Controlled Floating", dalam The Economy of Exchange Rate : Selected Studies ,J. Frenkel dan Harry G. Jhonson (editor) Addison and Wesle, USA
Ronald MacDonald,1990, "Empirical Studies of Exchange Rate Determination",dalam David Lewelyn dan Chirs Milner, Current Issues in International Monetary Economics, MacMillan Education, London
Ronald MacDonald dan Mark P. Taylor,1992, Exchange Rate Economics , A Survey I MF Staff Paper, Vol 39 No 1 ( March 1992)
Suardhini, Made dan Goeltom, Miranda S, 1997, " Analisis Dampak Intervensi Bank Sentral Dalam Penetapan Nilai Tukar Terhadap Ekspor-Impor Indonesia", Ekonomi dan Keuangan Indonesia, Volume XLV No 1, LPEM FEUI, Jakarta
Thomas, RL, 1997, Modern Econometrics, Addison Wesley Longman
Wickens, MR and T.S Breusch , 1988, " Dynamic Spesification , The Long Run and the Estimation of Transformed regression Models, The Economic Journal
Wuri, Yosephine, 2000, Analisis Penentuan Kurs Valas Di Indonesia 1983.1 –1997 : Pendekatan Koreksi Kesalahan dan Stock Penyangga Masa Depan, Thesis, Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada , tidak dipublikasikan
Sumber Data:
Laporan Tahunan Bank Indonesia 1997/1998
Laporan Tahunan Bank Indonesia 1998/1999
Laporan Tahunan Bank Indonesia 1999
Perkembangan Moneter, Sistem Pembayaran dan Perbankan , Triwulan IV 1999 , Bank Indonesia
International Financial Statistik , berbagai Edisi
Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia , berbagai Edisi
-----------------------------------------------------
Oleh: Sri Isnowati, STIE Stikubank Semarang, Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Maret 02
Sumber: http://www.stie-stikubank.ac.id/webjurnal/